Tampilkan postingan dengan label perundangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label perundangan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 November 2013

Tagged under:

KEPMENAKERTRANS KEP- 20/MEN/III/2004 TENTANG IMTA


KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP- 20/MEN/III/2004
TENTANG
TATA CARA MEMPEROLEH IJIN MEMPEKERJAKAN
TENAGA KERJA ASING
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
  1. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu perlu ditetapkan tata cara memperoleh ijin mempekerjakan tenaga kerja asing;
  2. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan;
Mengingat :
  1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201);
  3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
  4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4009);
  6. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
  7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
 MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA MEMPEKERJAKAN TENAGA ASING
 BAB I
    KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
  1. Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut TKA adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
  2. Tenaga Kerja Indonesia Pendamping yang selanjutnya disebut TKI Pendamping adalah tenaga kerja Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dan atau calon pengganti TKA.
  3. Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut Pemberi Kerja TKA adalah Pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan TKA        dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
  4. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA        untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
  5. Izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut IMTA adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TKA.
  6. Kompensasi adalah dana yang harus dibayar oleh pemberi kerja TKA kepada negara atas penggunaan Tenaga Kerja Asing.
  7. Alih status adalah perubahan dari pemberi kerja lama ke pemberi kerja baru, perubahan jabatan TKA dan perubahan lokasi kerja.
  8. Direktur adalah Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
  9. Direktur Jendral yang selanjutnya disebut Dirjen adalah Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Trasmigrasi.
  10. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
BAB II
PERSYARATAN TKA
Pasal 2
  1. TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    1. memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;
    2. bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping;
    3. dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
  2. Dalam hal jabatan yang akan diduduki TKA telah mempunyai standar kompetensi kerja maka TKA yang akan dipekerjakan harus memenuhi standar tersebut.
  3. TKI pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus memiliki latar belakang bidang pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA.
BAB III
PERIJINAN
Pasal 3
  1. IMTA diberikan oleh Direktur.
  2. IMTA perpanjangan diberikan oleh Direktur atau Gubernur.
Pasal 4
Pemberi kerja TKA yang akan mengurus IMTA, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan kepada Direktur untuk mendapatkan rekomendasi guna memperoleh visa untuk bekerja dengan melampirkan:
  1. copy surat keputusan pengesahan RPTKA;
  2. copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;
  3. daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
  4. copy ijasah dan/atau keterangan pengalaman kerja TKA yang akan dipekerjakan;
  5. pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
Pasal 5
Untuk memperoleh IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Pemberi Kerja TKA harus menyampaikan permohonan dengan melampirkan:
  1. copy Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) untuk bekerja atas nama TKA yang bersangkutan;
  2. copy perjanjian kerja;
  3. bukti pembayaran dana kompensasi, penggunaan TKA.
Pasal 6
  1. Dana kompensasi penggunaan TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c ditetapkan sebesar US $ 100 (seratus dollar Amerika) per bulan untuk setiap TKA dan dibayarkan dimuka.
  2. Pemberi kerja yang mempekerjakan TKA kurang dari 1 (satu) bulan wajib membayar dana kompensasi sebesar 1 (satu) bulan penuh.
  3. Pembayaran dana kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilakukan oleh pemberi kerja, dan disetorkan pada rekening Dana Pengembangan Keahlian         dan Keterampilan (DPKK) pada Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 7
  1. Pemberi kerja dilarang mempekerjakan TKA pada lebih dari 1 (satu) jabatan.
  2. Pemberi kerja dilarang mempekerjakan TKA yang telah dipekerjakan oleh pemberi kerja yang lain.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikecualikan bagi TKA yang diangkat untuk menduduki jabatan Direktur atau Komisaris di Perusahaan lain berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS).
Pasal 8
Direktur harus menerbitkan IMTA selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak dilengkapinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
Pasal 9
  1. Jangka waktu berlakunya IMTA diberikan sama dengan masa berlaku ijin tinggal.
  2. Selama mengurus IMTA Direktur dapat menerbitkan IMTA sementara untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
BAB IV
PERPANJANGAN IMTA
Pasal 10
  1. IMTA dapat diperpanjang sesuai jangka waktu berlakunya RPTKA.
  2. Perpanjangan IMTA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan oleh :
    1. Direktur untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) wilayah Provinsi.
    2. Gubernur untuk TKA yang lokasi kerjanya wilayah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi.
  3. Dalam penerbitan perpanjangan IMTA sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, Gubernur dapat menunjuk pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Provinsi.
Pasal 11
  1. Pemberi kerja mengajukan permohonan perpanjangan IMTA kepada Direktur atau Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya IMTA berakhir dengan melampirkan :
    1. formulir perpanjangan IMTA yang telah diisi;
    2. IMTA yang masih berlaku;
    3. bukti pembayaran dana kompensasi;
    4. laporan realisasi pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan kepada TKI pendamping;
    5. copy surat keputusan RPTKA yang masih berlaku;
    6. pas photo berwarna sebanyak 3 (tiga) lembar ukuran 4 x 6 cm.
  2. IMTA dapat diperpanjang sesuai jangka waktu RPTKA dengan ketentuan setiap kali perpanjangan paling lama 1 (satu) tahun.
  3. IMTA perpanjangan tidak dapat diterbitkan apabila masa berlaku IMTA berakhir.
Pasal 12
  1.  Apabila permohonan perpanjangan IMTA telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), menerbitkan IMTA perpanjangan.
  2. IMTA perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan sebagai rekomendasi untuk mendapatkan KITAS dan atau visa untuk bekerja.
BAB V
IMTA UNTUK PEKERJAAN MENDESAK
Pasal 13
  1. Pemberi Kerja yang akan mempekerjakan TKA untuk pekerjaan yang bersifat darurat atau mendesak wajib mengajukan permohonan IMTA kepada Direktur.
  2. Pekerjaan yang bersifat darurat atau mendesak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak ditangani secara langsung dapat mengakibatkan kerugian fatal bagi masyarakat umum dan jangka waktunya tidak lebih 60 (enam puluh) hari.
  3. Pekerjaan yang bersifat darurat atau mendesak ditetapkan oleh instansi pemerintah yang membidangi sektor usaha yang bersangkutan.
Pasal 14
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 disampaikan kepada Direktur dengan melampirkan :
  1. rekomendasi dari instansi pemerintah yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
  2. copy paspor TKA yang bersangkutan;
  3. pas photo TKA ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
  4. bukti pembayaran dana kompensasi;
  5. bukti ijin kemigrasian untuk kunjungan usaha.
Pasal 15
Direktur harus menerbitkan IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.
BAB VI
IMTA UNTUK PEMEGANG KARTU IJIN TINGGAL TETAP (KITAP)
Pasal 16
  1. Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA pemegang ijin tinggal tetap wajib mengajukan permohonan kepada Direktur dengan melampirkan :
    1. copy RPTKA yang masih berlaku;
    2. copy ijin tinggal tetap yang masih berlaku;
    3. daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
    4. copy ijasah atau pengalaman kerja;
    5. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA;
    6. pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
  2. Apabila permohonan IMTA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetujui, Direktur menerbitkan IMTA.
Pasal 17
Jangka waktu IMTA untuk pemegang Kartu Ijin Tinggal Tetap (KITAP) paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak diterbitkan IMTA dan dapat diperpanjang sesuai jangka waktu berlakunya RPTKA.
BAB VII
ALIH STATUS
Pasal 18
  1. Pemberi kerja TKA instansi Pemerintah/Lembaga Pemerintah, atau Badan Internasional yang akan memindahkan TKA yang dipekerjakannya ke instansi          Pemerintah/Lembaga Pemerintah, atau Badan Internasional lainnya harus mengajukan permohonan rekomendasi alih status kepada Direktur.
  2. Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk perubahan KITAS/KITAP.
BAB VIII
PERUBAHAN NAMA PEMBERI KERJA
Pasal 19
  1. Dalam hal pemberi kerja TKA berganti nama, Direktur menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mengubah KITAS/KITAP.
  2. Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan permohonan dengan melampirkan:
    1. copy RPTKA yang masih berlaku;
    2. copy KITAS/KITAP yang masih berlaku;
    3. copy IMTA yang masih berlaku;
    4. copy bukti perubahan nama perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
  3. Sebelum rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan pemberi kerja terlebih dahulu mengajukan permohonan perubahan RPTKA kepada Direktur.
  4. KITAS/KITAP yang baru digunakan sebagai dasar perubahan IMTA.
BAB IX
PERUBAHAN LOKASI KERJA
Pasal 20
Dalam hal pemberi kerja melakukan perubahan lokasi kerja TKA, pemberi kerja wajib mengajukan permohonan perubahan lokasi kerja TKA kepada Direktur dengan melampirkan copy RPTKA dan IMTA yang masih berlaku.
BAB X
PELAPORAN
Pasal 21
  1. Pemberi kerja wajib melaporkan penggunaan TKA dan pendamping TKA di perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Dirjen.
  2. Direktur atau Gubernur melaporkan semua IMTA yang diterbitkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri dengan tembusan kepada Dirjen.
BAB XI
PENCABUTAN IJIN
Pasal 22
Dalam hal pemberi kerja mempekerjakan TKA tidak sesuai dengan IMTA, Direktur atau Gubernur berwenang mencabut IMTA.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 23
Bentuk formulir permohonan IMTA dan formulir permohonan perpanjangan IMTA sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1990 tentang Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-416/MEN/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1990 tentang Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dan Ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Keputusan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 25
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2004
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMINGRASI
REPUBLIK INDONESIA
JACOB NUWA WEA  

Tagged under:

KEPMENAKERTRANS KEP-228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan RPTKA

KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP. 228 /MEN/2003
TENTANG
TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGGUNAAN
TENAGA KERJA ASING
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang   :
  1. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 43 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur tentang tata cara pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing;
  2. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;
Mengingat   :  
  1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
  2. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
Memperhatikan : 
  1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Agustus 2003;
  2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 25 September 2003.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut TKA adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
  2. Tenaga kerja Indonesia pendamping yang selanjutnya disebut TKI pendamping adalah tenaga kerja warga negara Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dan/atau calon pengganti TKA.
  3. Pemberi kerja tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut pemberi kerja TKA adalah pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
  4. Perusahaan adalah:
    1. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
    2. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
  5. Pengusaha adalah :
    1. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
    2. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
    3. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
  6. Usaha jasa impresariat adalah usaha mendatangkan dan mengembalikan artis, musisi, olahragawan serta pelaku seni hiburan lainnya yang berkewarga negaraan asing.
  7. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
  8. Direktur adalah Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja.
  9. Direktur Jenderal yang selanjutnya disebut Dirjen adalah Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.
Pasal 2
Pemberi Kerja TKA dalam Keputusan Menteri ini meliputi :
  1. kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing atau kantor perwakilan berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia;
  2. perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia;
  3. badan usaha pelaksana proyek pemerintah termasuk proyek bantuan luar negeri;
  4. badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia;
  5. lembaga-lembaga sosial, pendidikan, kebudayaan atau keagamaan;
  6. usaha jasa impresariat.
Pasal 3
  1. Pemberi kerja yang menggunakan TKA harus memiliki RPTKA.
  2. RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan ijin mempekerjakan TKA.
 BAB II
TATA CARA PERMOHONAN PENGESAHAN
RENCANA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Pasal 4
  1. Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) pemberi kerja harus mengajukan permohonan dilengkapi dengan alasan penggunaan TKA secara tertulis serta melampirkan :
    1. formulir RPTKA yang sudah dilengkapi;
    2. surat ijin usaha dari instansi yang berwenang;
    3. akte pengesahan sebagai badan hukum bagi perusahaan yang berbadan hukum;
    4. keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;
    5. bagan struktur organisasi perusahaan;
    6. copy surat penunjukan TKI sebagai pendamping;
    7. copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan yang masih berlaku.
  2. Formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat :
    1. identitas pemberi kerja TKA;
    2. jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi perusahaan yang bersangkutan;
    3. besarnya upah TKA yang akan dibayarkan;
    4. jumlah TKA;
    5. uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA;
    6. lokasi kerja;
    7. jangka waktu penggunaan TKA;
    8. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;
    9. rencana progam pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.
  3. Bentuk formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam lampiran I Keputusan ini.
Pasal 5
  1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f dan ayat (2) huruf b, e, h dan huruf i tidak berlaku bagi usaha jasa impresariat.
  2. Bentuk formulir RPTKA untuk usaha jasa impresariat sebagaimana tercantum dalam lampiran II Keputusan ini.
Pasal 6
Permohonan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 disampaikan kepada Dirjen melalui Direktur.
Pasal 77
  1. Dirjen atau Direktur harus melakukan penelitian kelengkapan dokumen permohonan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), apabila dokumen permohonan belum lengkap Dirjen atau Direktur harus memberitahukan secara tertulis kepada pemohon dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima.
  2. Dalam hal dokumen permohonan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Dirjen atau Direktur melakukan penilaian kelayakan permohonan penggunaan TKA dengan berpedoman pada daftar jabatan yang ditetapkan oleh Menteri dan memperhatikan kebutuhan pasar kerja nasional.
  3. Dalam melakukan penilaian kelayakan penggunaan TKA Dirjen atau Direktur dapat memanggil pemberi kerja serta berkoordinasi dengan instansi terkait.
BAB III
PENGESAHAN RENCANA
PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Pasal 8
Dalam hal hasil penilaian kelayakan permohonan RPTKA telah sesuai dengan daftar jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Dirjen atau Direktur untuk menerbitkan Surat Keputusan Pengesahan RPTKA.
Pasal 9
Penerbitan surat keputusan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan oleh :
  1. Dirjen untuk permohonan penggunaan TKA 50 (lima puluh) orang atau lebih;
  2. Direktur untuk permohonan penggunaan TKA yang kurang dari 50 (lima puluh) orang.
Pasal 10
  1. Surat keputusan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memuat :
    1. alasan penggunaan TKA;
    2. jabatan dan/atau kedudukan TKA;
    3. besarnya upah;
    4. jumlah TKA;
    5. lokasi kerja TKA;
    6. jangka waktu penggunaan TKA;
    7. jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk sebagai pendamping.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g tidak berlaku untuk usaha jasa impresariat.
Pasal 11
RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.
Pasal 12
  1. Perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 6.
  2. Permohonan perpanjangan RPTKA harus dilengkapi :
    1. laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;
    2. surat keputusan RPTKA yang akan diperpanjang.
    3. Bentuk laporan pelaksanaan pendidikan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan Menteri ini.
Pasal 13
  1. Pemberi kerja dapat mengajukan permohonan perubahan sebelum berakhirnya jangka waktu RPTKA.
  2. Perubahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
    1. penambahan, pengurangan jabatan beserta jumlah TKA; dan/atau
    2. perubahan jabatan; dan/atau
    3. perubahan lokasi kerja.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Dengan ditetapkan Keputusan Menteri ini, maka semua ketentuan yang bertentangan dengan Keputusan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 15
Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2003
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JACOB NUWA WEA 

Tagged under:

PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING UU 13 Th. 2003 Pasal 47, 48, 49




UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


BAB VIII
PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Pasal 47
(1)            Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya.
(2)            Kewajiban membayar kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
(3)            Ketentuan mengenai jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
(4)            Ketentuan mengenai besarnya kompensasi dan penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.

Pasal 49
Ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping diatur dengan Keputusan Presiden.
Tagged under:

UU No.13 Pasal 44, 45, 46




UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


BAB VIII 

Pasal 44
(1)            Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
(2)            Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. 
Pasal 45
(1)            Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
a.       menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan
b.       melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.
(2)     Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.
Pasal 46
(1)            Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu.
(2)            Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri
Tagged under:

PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING Pasal 43

 


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VIII 


Pasal 43
(1)            Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2)            Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a.              alasan penggunaan tenaga kerja asing;
b.              jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;
c.              jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan
d.              penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan.
(3)            Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi istansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.
(4)            Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing diatur dengan Keputusan Menteri.
 
Tagged under:

PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING Pasal 42



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VIII

(1)            Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2)            Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
(3)            Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
(4)            Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
(5)            Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(6)            Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
Tagged under:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 75 TAHUN 1995
TENTANG
PENGGUNAAN TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
  1. bahwa kemajuan yang di capai dalam pembangunan , baik di bidang ekonomi maupun bidang lainnya , telah meningkatkan kegiatan usaha dan semakin memperluas lapangan kerja serta kesempatan kerja ;
  2. bahwa agar kesempatan kerja yang tersedia sebanyak mungkin dapat menyerap Tenaga Kerja Indonesia, di pandang perlu mengadakan pengaturan kembali mengenai penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dengan Keputusan Presiden;
Mengingat :
  1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) Undang � Undang Dasar 1945;
  2. Undang � Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing ( Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8 );
  3. Undang � Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing ( Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) sebagaimana telah di ubah dengan Undang � Undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943 );
  4. Undang � Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri ( Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang � Undang Nomor 12 Tahun 1970 ( Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944).
  5. Undang � Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan- ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja ( Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);
  6. Undang � Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3474);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Di dirikan dalam rangka penanaman Modal Asing ( Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3552 );
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian ( Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3563 );
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini di maksud dengan :
  1. Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang selanjutnya di singkat dengan TKWNAP adalah Warga Negara Asing yang memiliki Visa Tinggal Terbatas atau izin Tinggal Terbatas atau izin Tinggal Tetap untuk maksud bekerja di dalam wilayah Republik Indoesia.
  2. Pengguna TKWNAP adalah usaha perorangan atau badan usaha atau badan hukum yang di dirikan berdasarkan hukum indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang menjalankan kegiatan usaha yang menghasilkan barang dan/ atau jasa dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak yang telah memiliki izin mempekerjakan TKWNAP.
  3. Tenaga Kerja Indonesia adalah tenaga kerja Warga Negara Indonesia.
Pasal 2
  1. Setiap Pengguna TKWNAP wajib mengutamakan penggunaan Tenaga Kerja Indonesia di semua bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia.
  2. Apabila bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia, pengguna TKWNAP dapat menggunakan TKWNAP sampai batas waktu tertentu.
Pasal 3
  1. Jabatan Direksi dan Komisaris pada perusahaan � perusahaan modal yang di dirikan dengan seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing atau pada perusahaan penanaman modal yang didirikan dengan seluruh modalnya di miliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia terbuka bagi TKWNAP.
  2. Jabatan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi perusahaan penanaman modal yang di dirikan dengan seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia.
  3. Pemilik Modal perusahaan penanaman modal yang di dirikan dengan seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing, dapat menunjuk sendiri TKWNAP sebagai Direksi dan Komisaris perusahaannya.
  4. Pemilik modal perusahaan penanaman modal yang di dirikan dalam bentuk patungan antara modal asing dengan modal Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia, atau pada perusahaan penanaman modal yang di dirikan dengan seluruh modalnya dimilik oleh Warga Negara Indonesia, penunjukkan Direksi dan Komisaris sesuai kesepakatan para pihak.
Pasal 4
  1. Jabatan Direksi pada perusahaan yang di dirikan bukan dalam rangka Undang �undang penanaman modal, terbuka bagi TKWNAP.
  2. Jabatan Komisaris pada perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya terbuka bagi Tenaga Kerja Indonesia.
Pasal 5
Khusus untuk Jabatan Direktur yang membidangi Personalia, perusahaan sebagaimana dalam Pasal 3 dan Pasal 4, wajib menggunakan Tenaga Kerja Indonesia.
Pasal 6
  1. Dalam bidang dan jenis pekerjaan dibawah jabatan Direksi yang tertutup dan yang terbuka bagi TKWNAP untuk batas waktu tertentu, diatur lebih lanjut oleh Menteri Tenaga Kerja dengan memperhatikan pendapat Menteri terkait.
  2. Dalam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditinjau kembali selambat � lambatnya dalam jangka waktu 3 ( tiga ) tahun.
Pasal 7
  1. Pengguna TKWNAP wajib memiliki Rencana Penggunaan TKWNAP termasuk Direksi dan Komisaris yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang di tunjuk.
  2. Izin mempekerjakan TKWNAP diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang di tunjuk.
  3. TKWNAP sebagaimana di maksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Direksi/Komisaris sebagaimana di maksud pada Pasal 3 dan Pasal 4 wajib memiliki Izin Kerja TKWNAP dari Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang di tunjuk.
  4. Tata cara untuk memperoleh pengesahan Rencana Penggunaan TKWNAP, Izin Mempekerjakan TKWNAP dan Izin Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2). Dan ayat (3) di atur lebih lanjut oleh Menteri Tenaga Kerja dengan memperhatikan pendapat Menteri terkait.
Pasal 8
  1. Setiap pengguna TKWNAP wajib melaksanakan program penggantian TKWNAP ke Tenaga Kerja Indonesia.
  2. Dalam Rangka pelaksanaan program sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), pengguna TKWNAP wajib :
  1. menunjuk Tenaga Kerja Indonesia sebagai Tenaga Pendamping pada jenis pekerjaan yang di pegang oleh TKWNAP;
  2. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Tenaga Kerja Indonesia yang dipekerjakan, baik sendiri maupun menggunakan jasa pihak ketiga.
  1. Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruuf a harus tercantum dengan jelas dalam Rencana Penggunaan TKWNAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan dalam struktur jabatan perusahaan.
  2. Biaya untuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b di bebankan pada pengguna TKWNAP dan tidak di bebankan ulang pada Tenaga Kerja Indonesia.
Pasal 9

Pengguna TKWNAP wajib melaporkan pelaksanaan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) kepada Menteri Tenaga Kerja.
Pasal 10
  1. Pengguna TKWNAP dikenakan pungutan terhadap setiap TKWNAP yang dipekerjakannya.
  2. Pungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk membantu penyelenggaraan pelatihan Tenaga Kerja Indonesia yang di tetapkan oleh Menteri tenaga kerja.
  3. Besarnya pungutan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dengan memperhatikan pendapat Menteri Keuangan.
Pasal 11
Dengan dikenakan pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 , maka terhadap Pengguna TKWNAP tidak lagi dikenakan.
Pasal 12
  1. Pengguna TKWNAP yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden ini dan peraturan pelaksanaannya , dikenakan sanksi pencabutan Keputusan Pengesahan Rencana Penggunaan TKWNAP dan/atau Izin Mempekerjakan TKWNAP.
  2. TKWNAP yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden ini dan peraturan pelaksanaannya, dikenakan sanksi pencabutan Izin Kerja TKWNAP.
Pasal 13

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Presiden ini, diatur oleh Menteri Tenaga Kerja dengan mendengar pendapat Menteri terkait.
Pasal 14
  1. Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1974 tentang Pembatasan Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang, dinyatakan tidak berlaku.
  2. Semua peraturan pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1974 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan atau belum diatur berdasarkan Keputusan Presiden ini.
Pasal 15
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Nopember 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO